Jadilah pendampingku
Author: NaruGankster
Rated : T
Genre : Romance
Pairing : Naruhina
Disclaimer : Naruto © Mashashi kishimoto
follow twitter KFNI : @KFNI1
Selamat Membaca
...
Matahari sudah ingin kembali ke
peradabannya, langit yang berwarna biru
berubah warna menjadi jingga, dan orang-
orang sudah mulai kembali ke rumah
menemui keluarga yang telah menunggu
mereka, terlihat tenang sekali bukan?
Namun di tengah ketenangan Desa yang
baru saja dilanda ketegangan itu, terlihat
seorang wanita cantik berambut indigo
panjang yang sedang duduk termenung di
sebuah tempat yang terdapat tiga tiang
besar terbuat dari kayu. Entah sejak kapan,
wanita itu berada di sana. Dan yang ia
lakukan dari tadi hanyalah memandang
langit yang sudah berubah jingga itu, sambil
memikirkan seseorang yang sudah lama ia
rindukan, dan membuatnya merasa
kehilangan. "Hinata-sama?" Seketika
lamunan wanita yang dipanggil Hinata itu
dibuyarkan oleh sebuah suara baritone
khas milik seseorang yang sudah sangat ia
kenali.
"Ah, Ne…, Neji-nii?" Jawab Hinata yang
langsung berdiri menghadap sesosok pria
tampan, berambut panjang coklat dengan
mata amethys yang sama denganya.
"Apa yang anda lakukan di sini? Sekarang
sudah sore, tidak baik terus berada di luar,
lebih baik kita pulang." Tanya pria yang
diketahui bernama Neji itu, meski ia adalah
orang yang dingin, namun dapat dilihat
tatapannya yang khawatir, dan nada
bicaranya yang begitu protective.
"Ah tidak, aku hanya sedang mencari udara
segar… Huah, baiklah, ayo kita pulang Neji-
nii!" Jawab Hinata sambil menunjukan
senyum manis, kepada sepupunya itu. Neji
yang merasa ada kejanggalan pada
senyuman Hinata, hanya bisa menuruti
kemauan sepupu yang sudah ia anggap
seperti adik kandungnya sendiri.
Hening, itu adalah satu kata yang pantas
menggambarkan keadaan dua Hyuga yang
sedang berjalan bersama menuju mansion
keluarga yang menjadi tempat tinggal
mereka. Merasa ada yang janggal dengan
keadaan sepupunya, Neji pun bermaksud
memulai percakapan untuk bertanya
tentang apa yang Hinata pikirkan. "Ehm,
Hina…"
"Neji-nii, sebenarnya…" ucapan Neji
terpotong oleh ucapan Hinata, dan seketika
ia langsung menoleh ke arah pemilik suara
itu.
"Ya…, ada apa, Hinata-sama?" Tanya Neji
dengan nada yang terdengar antusias.
"Se-sebenarnya apa saja yang harus
dilakukan se-seorang shinobi bila akan
menjadi Hokage?" Tanya Hinata yang ragu
akan pertanyaannya ini. Ia pun menunduk
untuk menyembunyikan rona merah yang
muncul jika ia malu. Mata amethys Neji
sedikit melebar mendengar pertanyaan
dari sepupunya itu, namun setelahnya, ia
tersenyum menyadari maksud dari gadis
Hyuga di sampinnya.
"Hmm, sebenarnya…, seorang shinobi yang
akan dilantik menjadi Hokage, hanya harus
menunggu keputusan para Tetua desa yang
akan mempersiapkan semuanya dan
melantik calon Hokage itu sendiri."
"Ta-tapi, kenapa lama sekali?" Tanya Hinata
yang masih menunduk menatap jalanan
dengan tatapan sedih.
"Kau tahukan, kalau kita baru saja melewati
perang?" Tanya Neji, yang dibalas anggukan
dari Hinata. "Dan maka dari itu, systemnya
dirubah. Untuk membuat para Tetua
percaya kalau kekuatan sang calon Hokage
sangat kuat sehingga tidak hanya dapat
melindungi kedamaian Negara kita saja,
tapi juga Negara-negara sahabat, dan para
Tetua pun menambahkan syarat yang ketat
bagi calon Hokage yang akan dilantik
seperti NARUTO, dengan pelatihan-
pelatihan yang lebih sulit dari misi kelas S."
Tambah Neji, dengan penekanan pada kata
Naruto, membuat Hinata menunduk malu
karena kakak sepupunya sudah tahu
maksud dari pertanyaannya.
"Jadi, apa itu masih lama?"
"…"
"Ma, maksudku Hokage Naru…"
"…"
"Eh…, bagaimana aku menjelaskannya?"
Karena tatapan yang diberikan Neji, Hinata
jadi gelagapan dan tak tahu harus bicara
apa lagi, ditambah rona merah yang terus
hinggap di pipi chubbynya itu,
membuatnya hanya bisa menunduk dalam-
dalam karena malu. Saat Hinata sibuk
merutuki dirinya sendiri, tiba-tiba Tangan
kekar Neji menyentuh puncak kepalanya
dan mengacak-acak surai indigo milik
Hinata.
"Tenanglah, Hinata-sama. Kudengar
pelatihan itu akan selesai sekitar dua hari
lagi. Jadi bersabar dan percayalah pada
bocah itu." Ucap Neji yang membuat Hinata
menatap wajah sang kakak sepupu, yang
kini sedang menampakan senyum di wajah
tanpannya. Hinata ikut tersenyum setelah
mendengar kata-kata Neji, yang entah
mengapa telah memberinya Semangat agar
terus menunggu sang generasi Hokage
yang telah lama ia cintai.
"I-iya! terima kasih, Neji-nii." Ucap Hinata,
dengan senyum manis yang menghiasi
wajah cantiknya. Dan mereka pun kembali
melanjutkan perjalanan pulang ke
kediaman Hyuga, dengan suasana yang
lebih baik.
Kini, para penduduk Desa Konohagkure
sedang mengerumuni sebuah bangunan
besar yang baru dibangun karena konflik
yang baru-baru saja terjadi. Dan semua
penduduk desa sedang menunggu
seseorang yang sedang berdiri di atas
balkon bangunan tersebut, untuk
menyampaikan seluruh perasaannya pada
mereka semua. Dan seketika semua orang
pun bersorak saat melihat sosok yang
mengenakan jubah dan topi khas seorang
Hokage kini sedang menunjukan
senyumannya yang sudah sangat familiar di
mata para penduduk desa.
Di tengah kerumunan itu, Hinata pun ikut
serta menyaksikan kegagahan sang Hokage
ke enam, yang telah menjadi pahlawan
dalam perang Dunia Ninja ke,empat. Hinata
yang tadinya hanya tersenyum bahagia, kini
ia mulai menumpahkan bulir-bulir air
matanya. Hinata terlalu senang melihat
semua ini, sehingga ia hanya bisa
melukiskannya lewat tangis haru yang
tenggelam oleh sorakan penduduk desa
yang ikut senang dan bangga pada
pemimpin baru mereka.
Melihat semua ini, Hinata kembali teringat
dengan ucapan Hokage itu dulu, saat
mereka masih kecil, 'Karena suatu saat
nanti aku akan menjadi Hokage!' ya! Itu
adalah salah satu kalimat kesukan Hinata,
yang sangat sering diucapkan lelaki
bernama Uzumaki Naruto. Dan kini lelaki
itu sudah berhasil menggapai impiannya.
Hinata percaya, bahwa hari ini akan terjadi.
Hari di mana seorang Uzumaki Naruto,
berhasil menjadi seorang Hokage yang
diakui dan dipercaya semua orang.
Hinata terus menatap wajah Naruto yang
ada di atas bangunan kantor Hokage, ia
sungguh merindukan senyum itu, tiga
goresan di antara dua pipinya itu, dan…
mata sapphire yang sedang
memandangannya itu. Eh? Tunggu dulu…
Hinata sedikit melebarkan mata saat
menyadari tatapannya dibalas oleh sang
Hokage, dan ia hanya bisa menunduk malu
menyembunyikan rona merah di pipi
putihnya. Kemudian tanpa tahu alasannya,
Hinata memilih untuk pergi dari tempat
itu. Dan ternyata tanpa gadis itu sadari,
laki-laki yang tadi membalas tatapannya,
memandangnya dengan tatapan bingung
'Kenapa dia pergi?' itulah yang terbaca dari
tatapan yang dikeluarkan mata biru
lautnya. Satelah itu tatapan kebingungan
sepertinya juga sudah tertular pada
penduduk desa, karena mereka kaget dan
bingung saat sang pemimpin tiba-tiba saja
menghilang dari hadapan mereka.
Entah apa yang ia pikirkan, tiba-tiba saja
kakinya membawanya kesini. Tempat yang
sudah sering ia kunjungi saat merindukan
pemuda kuning itu. Nafasnya masih
terengah, dan tubuhnya ia tumpukan pada
salah satu tiang kayu besar yang ada di
sana. "Hhah, hahh… ke-kenapa aku lari?
Belum tentu ia menatapku…" Lirih Hinata
di tengah nafasnya yang ngos-ngossan.
"Pa-padahal, aku masih ingin melihat…"
"HINAATAA-CHAAN…" Hinata tersentak
saat mendengar suara yang sangat ia
rindukan memanggilnya. Tiba-tiba saja
tubuhnya menegang, debaran jantungnya
semakin kencang, dan kaki jenjangnya pun
bergertar diikuti dengan terjatuhnya tubuh
gadis itu ke tanah dan bersandar pada tiang
kayu nan besar di belakangnya. 'apa, yang
harus aku lakukan? Aku belum menata
perasaanku. Tolong aku Kami-sama!' Batin
Hinata dalam hatinya dan… "KETEMUUU…"
"Kyaaa." Hinata sungguh kaget, wajahnya
benar-benar merah kali ini. Pemuda yang
selama ini mengisi seluruh ruang hatinya,
tiba-tiba saja melompat dan berjongkok
tepat di hadapanya yang sedang terduduk.
Gadis itu hanya bisa menunduk malu,
menyembunyikan wajah cantiknya yang
merona. Ditambah posisinya yang saat ini
sama sekali tak bisa menghindar, karena ia
diapit antara tiang besar dan tubuh kekar
Naruto.
"Hei, Hinata-chan! kenapa kau pergi tadi?
Padahal aku ingin kau menyaksikan
keberhasilanku sebagai Hokage." Ucap
Naruto dengan nada manja, dan mulut yang
dikerucutkan.
"Ma-maaf…" Hanya itu yang mampu
diucapkan oleh gadis itu, dan cukup
membuat pemuda oranye di hadapannya
menyipitkan mata kesal. Naruto pun
mengubah posisi berjongkoknya, menjadi
duduk bersilang. Dan itu membuat Hinata
semakin menundukan wajahnya, dengan
kaki yang tertekuk.
"Huuh! Kau jahat sekali, Hinata-chan.
Padahal, kaulah yang paling aku harapkan
untuk berteriak paling kencang di antara
penduduk desa." Ucap Naruto dangan
khayalannya yang tak mungkin terjadi.
"A-apa? Sulit untuk aku, me-melakukan itu,
Rokudaime-sama." Balas Hinata, yang kini
mulai memainkan jari-jarinya. "Dan… Apa
yang ka-kau lakukan di sini, Rokudaime-
sama? Acaramu kan belum selesai, lebih
baik kau kembali!"
"Tidak mau!"
"Hah, Ke-kenapa?" Tanya Hinata kaget
sekaligus bingung dengan keputusan sang
Rokudaime Hokage itu.
"Ini Gara-gara Kau, dattebayo!" Dengan
ekspresi yang lucu, Naruto mengucapkan
itu. Sungguh, Hinata rasanya ingin
menangkup kedua pipi yang tengah
menggebung itu, tapi rasa malu masih
menguasainya. "Pokoknya, semua ini gara-
gara Kau!" Hinata semakin bingung,
memangnya apa yang telah ia lakukan,
sehingga pemuda di hadapannya tidak mau
melakukan tugasnya sebagai Hokage baru?
"Ba-bagaimana bisa? A-aku kan tidak
melakukan apapun." Sangkal Hinata yang
memberanikan diri menatap bola langit di
hadapanya.
"Wah, berani sekali kau menyangkal kata-
kata Hokage. Apa kau mau aku hukum
Hyuuga!" Ucap Naruto dengan Nada yang
terdengar aneh di telinga Hinata, dan
Naruto mencondongkan tubuhnya ke
depan, lebih tepatnya mendekatkan
tubuhnya ke Hinata. Sontak wanita itu
terkejut dan langsung berdiri, masih
dengan posisi punggunya tersender tiang.
"Ka-kalau begitu, maafkan aku Rokudaime-
sama. A-aku akan kembali ke kantor
Hokage!"
Saat Hinata bermaksud menyingkir, dengan
cepat Naruto ikut berdiri dan mengurung
Hinata di antara kedua lengannya, dan
sontak punggung Hinata kembali tersender
pada tiang kayu besar di belakangnnya.
"Mau mencoba kabur, Hyuuga?" Naruto
pun menyeringai, dan semakin
mendekatkan wajahnya ke gadis di
depannya.
"Ti-tidak, aku…" Ucapan Hinata terhenti
saat tiba-tiba pria di hadapannya
memeluknya dengan begitu erat.
"Aku mohon, jangan kabur lagi Hinata-
chan!" Ucap Naruto lirih tepat di telinga
Hinata. "Setelah semua hal yang telah
terjadi, tak tahukah kau? Kalau aku semakin
merasakan sesuatu yang aneh, Hinata-
chan?" Lirihnya lagi.
"A-apa maksudmu, Rokudaime-sama?"
Tanya Hinata dengan perasaan yang
bercampur aduk.
"Entah kenapa, pikiranku terus tertuju
padamu…, bahkan di tempat pelatihan
Hokage, aku terus memikirkan kejadian
terdahulu di mana ada dirimu di sana. Dan
kejadian yang paling berpengaruh adalah
saat penyerangan Pain."
Hinata terbelalak, ia tahu kejadian ini akan
mengarah ke pembicaraan seperti apa.
Pikirannya pun menjadi kemana-mana,
'Apa Naruto-kun akan membalas
perasaanku? Oh Kami-sama, aku belum siap
mendengar jawabannya.' Batin Hinata
dalam hati.
"Kau tahu? Perasaan bersalah pasti
menyelimuti hatiku saat mengingat kalau
kau…,"
"Ro-Rokudaime-sama…, Le-lebih baik kita
kembali ke kantor Hokage." Potong Hinata
dengan nada yang lebih tegas. Hinata pun
mendorong tubuh Naruto dengan kedua
tangannya yang terapit tubuh mereka.
Sontak Naruto memundurkan tubuhnya.
"Kenapa Hinata-chan?" Naruto menatapnya
dengan tatapan bingung. Sedangkan Hinata
hanya bisa menunduk menyembunyikan
wajah cantiknya yang memerah.
"Ti-tidak, aku…," Sang Rokudaime pun
tersenyum melihat gadis di depannya yang
mulai memperlihatkan kebiasaan lucunya,
yaitu memainkan kedua jari telunjuknya
saat ia gugup. Pria itu pun menatap jari-jari
tangan gadis yang sedang sibuk itu, dan ia
meraih telapak tangan itu dengan telapak
tangan kekar berwarna tan miliknya.
Hinata kaget? Jelas. Degup jantungnnya tak
dapat terkontrol begitu merasakan jari-jari
lentiknya diraih tangan hangat milik
pemuda di depannya. Mata amethysnya
mengikuti kemana telapak tangan kekar itu
membawa tangan putihnya. Dan tanpa bisa
dikontrol, pipi chubbynya sudah dipenuhi
rona merah, begitu ia melihat dan
merasakan kedua punggung tangannya
bersentuhan dengan bibir pemuda
didepannya. Ya! Pemuda itu mencium
tangannya, romantis bukan?
Sudah satu menit berlalu, Naruto pun
menatap gadis di depannya yang terlihat
masih terkejut dengan perbuatannya saat
ini, ia pun tersenyum dan melepaskan dua
punggung tangan itu dari bibirnya-masih
menggenggamnya-."Hinata-chan…"
"Ah…, Na-nani?" Sahut Hinata kaget.
"Aku, butuh pendamping…, Karena
bagaimana pun, akan sulit Hokage harus
punya penasehat pribadi."
"Oh, begitu…, Min-minta tolong saja ke
Shikamaru-san, dia pasti bisa membantu."
Ucap Hinata yang sudah menundukkan
wajahnya lagi.
"Ah, maksudku bukan pendamping yang
seperti itu…, tapi…" Naruto pun
mengeratkan genggaman tangannya pada
tangan Hinata, dan di pipinya juga terlihat
semburat merah.
"Tapi, apa?" Hinata pun berani mengangkat
wajahnya, untuk menatap pemuda di
depannya.
"JADILAH PENDAMPINGKU! HINATA."
Hinata terpaku, dan matanya terbelalak,
setelah mendengar ucapan pemuda
tampan di depannya. Sementara pemuda
itu masih memandang tegas, dan penuh
keyakinan ke arah gadis itu.
"A-apa? Naruto-ku, Itu pasti akan sulit, lagi
pula aku belum berpengalaman di bidang
politik." Jawab Hinata dengan wajah
innocentnya.
"Astaga, kan sudah kubilang, bukan
pendamping yang seperti itu! Kalau itumah,
aku juga sudah punya, yaitu guru Iruka,
dattebayo!" Jelas Naruto dengan nada
frustasi, ternyata gadis di depannya begitu
polos. "Baiklah, Hinata-chan?"
"…"
"Jadilah pendamping hidup Hokage keenam
ini! Apa kau mau?" Naruto mengucapkan
permintaan itu sambil menatap mata
amethys yang kini terbelalak di depannya
dengan tegas, dan penuh keyakinan.
Sementara Hinata tak tahu harus bicara
apa? Entah kenapa saat ini ia lebih memilih
untuk pingsan, dari pada menjawab
permintaan sang Rokudaime Hokage, tapi,
mengapa tidak bisa? Tubuhnya tidak
mengizinkannya pingsan di saat seperti ini.
Tiba-tiba mata lavendernya memanas, ia
merasakan akan menumpahkan sesuatu
dari matanya. Hinata pun langsung
menundukan wajahnya, Berusaha
menutupi tangisnya yang mulai pecah. Dan
Naruto hanya memandang Hinata yang
tiba-tiba menunduk dengan tanda tanya.
Awalnya, Naruto menganggap Hinata
menunduk malu karena kata-katanya
barusan, tapi, ia pun sedikit tersentak
begitu mendengar isakan dari balik wajah
gadis itu. Hinata menangis?
"Hi-Hinata-chan, Kenapa malah menangis?
apa aku terlalu kasar?" Tanya Naruto yang
mulai khawatir. Dan Hinata pun hanya
menggelengkan kepala dengan keadaan
masih menunduk dan menangis. Naruto
hanya menatap gadis yang tertunduk itu
dengan tatapan bersalah, kemudian ia
melepaskan genggaman tangannya pada
tangan Hinata, dan ia pun kembali
memeluk tubuh mungil di depannya.
"Sshht, sudahlah. Kalau kau tidak mau, juga
tidak apa-apa, aku…,"
"Naruto-kun bodoh!" Potong Hinata, di
dalam dekapan dada bidang Naruto.
"A-apa? Kau bilang apa?" Naruto yang
mendengar ucapan tidak biasa dari Hinata
sedikit terkejut.
"Ka-kau bodoh!"
"Hei, memangnya aku bodoh kenapa?"
"Ki-kita itu masih enam belas tahun!
Ayahku tidak mengizinkan aku menikah
muda tahu. Ja-jadi lebih baik jangan buru-
buru! Naruto-kun" Jawab Hinata yang mulai
kembali terbata-bata.
"Ah, Jadi kau…" Naruto pun melapaskan
pelukannya, dan memegang kedua bahu
Hinata, berusaha untuk melihat keyakinan
di wajah gadis yang akan menjadi miliknya
itu.
Saat dilihat, hinata masih menunduk,
menutupi wajahnya yang masih tergenang
air mata dengan poninya. Naruto yang
merasa terganggu dengan itu pun,
menanggkup wajah Hinata dengan tangan
kekarnya. "Hinata, apa kau mau jadi
pendamping hidupku?" Tanya Naruto sekali
lagi, untuk memastikan. Dan Hinata
membalasnya dengan anggukan kecil.
Naruto tak dapat menahan senyumannya
untuk merekah, ia terlalu senang dengan
semua ini, hingga secara refleks ia
mendekatkan wajahnya, dan menyentuh
bibir yang berada di wajah gadis itu dengan
bibirnya. Sontak, Hinata kaget dengan
tindakan pemuda yang kini mejadi
kekasihnya itu. Namun, Hinata mulai
menikmatinya saat Naruto terus
mengecup-ngecup dengan lembut bibir
ranumnya. Hinata sama sekali tidak
merasakan nafsu di setiap ciuaman yang
Naruto berikan, justru ia merasakan
kehangatan cinta seorang Uzumaki Naruto
dari sentuhanya ini.
-Sementara di sekitar kantor hokage-
Semua penduduk desa terlihat bingung dan
mulai ribut, di sekitar kantor Hokage.
Mereka nampaknya masih bingung dengan
kepergian sang pemimpin yang tiba-tiba.
"Kemana Rokudaime-sama?" Ucap salah
satu penduduk desa.
"Naruto-sama tadi lari kemana ya?" Tanya
seorang lagi.
Sementara dua orang penjabat desa, yaitu
Shikamaru, dan Neji yang sedang berada di
dalam kantor Hokage juga di buat bingung.
"Hah, Naruto itu! Padahal dalam situasi
begini, dasar merepotkan." Maki
Shikamaru.
"…"
"Hei, Neji? Kenapa kau melamun?"
"Entahlah, perasaanku tidak enak." Jawab
Neji dengan wajahnya yang datar namun
menampakan kekhawatiran. –kenapa aku
kepikiran Hinata-sama?-. Batin Neji.
-OWARI-
0 komentar:
Post a Comment